Keadilan Bermartabat dalam Penyelesaian Sengketa Pertanahan Eks-HGU
By Isnaini
Penyelesaian sengketa pertanahan, terutama yang melibatkan tanah eks-Hak Guna Usaha (HGU), merupakan isu krusial di Indonesia. Masalah ini sering memunculkan konflik antara masyarakat adat, petani, pemerintah, dan pemegang konsesi. Dalam menyelesaikan sengketa ini, konsep keadilan bermartabat menjadi pendekatan yang relevan, karena tidak hanya mempertimbangkan aspek legal-formal tetapi juga nilai-nilai keadilan sosial, keberlanjutan, dan penghormatan terhadap hak masyarakat.
Keadilan Bermartabat: Prinsip Dasar
Keadilan bermartabat menekankan penyelesaian sengketa yang:
- Menghormati Hak Asasi Manusia: Semua pihak yang terlibat, termasuk masyarakat adat dan petani, harus diperlakukan dengan adil tanpa diskriminasi (Rawls, 1999).
- Berbasis Dialog dan Musyawarah: Penyelesaian sengketa eks-HGU membutuhkan pendekatan dialogis yang menghormati kearifan lokal dan melibatkan semua pemangku kepentingan.
- Mengutamakan Kepentingan Umum: Keputusan yang diambil harus berorientasi pada kesejahteraan masyarakat luas, bukan hanya kelompok tertentu.
Tantangan dalam Penyelesaian Sengketa Eks-HGU
- Ketimpangan Penguasaan Tanah
Eks-HGU sering kali menjadi objek konflik karena ketimpangan penguasaan tanah antara masyarakat lokal dan perusahaan besar. Hal ini diperburuk oleh lemahnya implementasi reforma agraria (Sitorus, 2020). - Dualisme Hukum Agraria
Tumpang tindih antara hukum adat dan hukum nasional sering menjadi sumber kebingungan dalam menentukan kepemilikan tanah (Moniaga, 2007). - Minimnya Kepastian Hukum
Banyak kasus sengketa eks-HGU berlarut-larut karena kurangnya kepastian hukum dalam penetapan status tanah setelah masa HGU berakhir (Afiff, 2015).
Keadilan Bermartabat dalam Praktik
Untuk mewujudkan keadilan bermartabat, beberapa langkah strategis dapat dilakukan:
- Pendekatan Partisipatif
Pemerintah harus melibatkan semua pihak dalam proses pengambilan keputusan, terutama masyarakat yang langsung terdampak. - Pengakuan terhadap Hak Masyarakat Adat
Negara harus menghormati dan melindungi hak-hak masyarakat adat sesuai dengan amanat UUD 1945 dan putusan Mahkamah Konstitusi terkait pengakuan tanah ulayat (MK No. 35/PUU-X/2012). - Transparansi dan Akuntabilitas
Proses penyelesaian sengketa harus dilakukan secara transparan dengan melibatkan pengawasan publik untuk mencegah korupsi dan penyalahgunaan wewenang. - Redistribusi Tanah Eks-HGU
Reforma agraria harus menjadi prioritas dalam menyelesaikan sengketa tanah eks-HGU, dengan redistribusi tanah yang adil kepada masyarakat yang berhak.
Rekomendasi Kebijakan
- Penguatan Lembaga Reforma Agraria
Pemerintah perlu memperkuat Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Komite Reforma Agraria untuk memastikan pelaksanaan reforma agraria berjalan sesuai prinsip keadilan bermartabat. - Penyelesaian Berbasis Restorative Justice
Penyelesaian sengketa harus fokus pada pemulihan hubungan sosial dan keadilan bagi semua pihak, bukan sekadar pemberian kompensasi material. - Penegakan Hukum yang Tegas
Penegakan hukum yang konsisten dan tegas diperlukan untuk menghindari manipulasi atau penyalahgunaan wewenang dalam penyelesaian sengketa.
Kesimpulan
Penyelesaian sengketa pertanahan eks-HGU memerlukan pendekatan holistik yang mengutamakan keadilan bermartabat. Dengan menghormati hak semua pihak, memprioritaskan dialog, dan memastikan transparansi dalam prosesnya, sengketa ini dapat diselesaikan secara berkeadilan, berkelanjutan, dan membawa manfaat bagi masyarakat luas.
Daftar Pustaka
Afiff, S. (2015). Land conflicts and the changing landscape of Indonesian agrarian reform. Journal of Agrarian Change, 15(2), 182-200.
Moniaga, S. (2007). Toward community-based land resource management. In Lucas, A., & Warren, C. (Eds.), Land for the people: The state and agrarian conflict in Indonesia. Ohio University Press.
Rawls, J. (1999). A Theory of Justice. Harvard University Press.
Sitorus, H. P. (2020). Reforma agraria di Indonesia: Prospek dan tantangan. Jurnal Agraria Indonesia, 8(1), 1-12.